Darfur mungkin berada di ambang genosida lainnya
Darfur mungkin ada di dalam tingkat genosida yang lain. Akankah dunia lakukan tindakan sekarang?
Darfur, suatu tempat di Sudan barat, punyai histori ironis yang disinyalir kekerasan etnis serta kritis kemanusiaan. Di awalnya tahun 2000-an, tempat itu alami pergesekan sadis yang membuat kematian beberapa ratus ribu orang serta juta-an orang menyingkir.
Sekarang, ada sinyal tanda yang merisaukan kalau Darfur mungkin tengah ke arah genosida yang lain.
Lebih dari selama satu tahun, sejumlah besar tempat Sudan sudah meledak bentrok dahsyat di antara Tentara Sudan serta Pasukan Bantuan Cepat (RSF) paramiliter yang sudah sebabkan lebih pada 14.000 orang wafat serta lebih pada delapan juta orang yang lain mau tak mau menyingkir, menurut PBB.
Tapi perjuangan mereka untuk kuasai tempat sekarang berganti ke El Fasher. Kota besar paling akhir di Darfur yang belum sempat dikalahkan oleh RSF.
Beberapa riset berkata cuman tinggal beberapa hari sebelumnya El Fasher jatuh ke tangan pemberontak.
Apa yang terjadi di Darfur?
Pembunuhan berkaitan etnis bertambah di Darfur mulai sejak pertarungan pecah di tengah April tahun yang kemarin di antara pihak militer yang beradu. RSF, sebagai evolusi dari milisi Arab Janjaweed yang mempelopori genosida di awalnya tahun 2000an, yang tewaskan lebih kurang 300.000 orang, tapi sudah membidik grup etnis Masalit serta populasi non-Arab yang lain.
Darfur mungkin berada di ambang genosida lainnya
Laporan memberikan tersedianya kekejaman yang semakin makin tambah meluas. Terhitung pembunuhan umum, kekerasan seksual, serta pemusnahan dusun secara struktural. Human Rights Watch serta organisasi lain sudah merekam pelanggaran-pelanggaran ini, yang dipersamakan kampanye pembersihan etnis.
Sinyal genosida
RSF diketuai oleh Mohamed Hamdan Dagolo, di kenal juga jadi Hemedti, bekas pimpinan milisi Janjaweed.
Beberapa riset berkata terhadap CNN kalau karakter kekerasan yang direncanakan di Darfur. Pendekatan struktural RSF, serta kondisi monumental pergesekan etnis di tempat itu memberikan kalau keadaan itu bisa berkembang jadi genosida yang lain.
Kemauan untuk membinasakan orang. Masalit serta grup non-Arab yang lain merepresentasikan skema kekerasan sebagai ciri-ciri genosida pada awal tahun 2000an, kata advokat Sudan, Mutasim Ali.
“RSF gunakan metoda dehumanisasi struktural kepada beberapa orang non-Arab di Darfur, dengan berkata. ‘Ini merupakan kotoran, anjing serta monyet’ serta ‘mari kita bunuh bayi-bayi serta lelaki itu lantaran kalau mereka dewasa. Mereka akan menentang kita.’ aturan dehumanisasi.. fitnah eksplisit yang mirip sejak mula-mula tahun 2000an,” kata Ali, penasihat hukum di Pusat Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg.